19 Agustus 2009

BUKU TABUNGAN



Priyo menikah dengan Ita. Pada pesta pernikahan,ibu Priyo memberinya sebuah buku tabungan. Di dalamnya berisi tabungan sejumlah Rp 2.460.000. Dia berkata, "Priyo, terimalah buku tabungan ini. Gunakan sebagai buku catatan dari kehidupan pernikahanmu. Jika ada satu peristiwa bahagia atau yang bisa dikenang, masukkan
sejumlah uang tabungan di dalamnya. Tulis kejadian yang kamu alami di baris
catatan yang ada di sampingnya. Semakin besar kenangan terhadap peristiwa itu, masukkan uang tabungan yang lebih besar. Ibu sudah melakukan di awal pernikahanmu ini.. Lakukan selanjutnya bersama Ita. Saat kamu melihat kembali tahun-tahun yang telah berlalu,kamu akan mengetahui betapa bahagianya kehidupan pernikahan yang
kamu miliki."

Priyo memberitahukan hal ini kepada Ita setelah pesta usai. Mereka berdua setuju bahwa ini adalah ide yang sangat bagus dan mereka tidak sabar menanti saatnya untuk memasukkan tambahan uang tabungan ke dalam buku itu.

Ini yang mereka lakukan setelah beberapa waktu :
7 Februari : Rp 240.600, perayaan ultah pertama untuk Ita setelah menikah.
1 Maret : Rp 730.800, gaji Priyo naik
20 Maret : Rp 490.200, berlibur ke Bali
15 April : Rp 492.000, Ita hamil
1 Juni : Rp 246.000, Ita dipromosikan ... dan seterusnya ...

Akan tetapi setelah beberapa tahun berlalu, mereka mulai beradu pendapat dan bertengkar untuk hal-hal yang sepele. Mereka saling diam.
Mereka menyesal telah menikahi orang yang paling buruk di dunia ...
tidak ada lagi cinta ... sesuatu yang sangat tipikal di masa ini.

Suatu hari Priyo berkata pada ibunya, "Ibu, kami tidak bisa bertahan lagi. Kami setuju untuk bercerai. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana saya telah memutuskan menikah dengan orang ini!"

Ibunya menjawab, "Baiklah, apa pun yang kamu ingin kerjakan kalau sudah tidak bisa bertahan. Tetapi sebelum kamu melangkah lebih jauh, tolong lakukan hal ini. Ingat buku tabungan yang ibu berikan saat pesta pernikahan kalian? Ambil semua uangnya dan belanjakan sampai habis. Kamu tidak bisa terus menyimpan catatan di buku tabungan
itu untuk sebuah pernikahan yang buruk."

Priyo berpikir bahwa itu benar. Jadi dia pergi ke bank, menunggu di antrian dan berencana menutup buku tabungan itu. Ketika menunggu, dia melihat catatan yang ada di buku tabungan di tangannya. Dia melihat,melihat, dan melihat. Kemudian ingatan akan semua kebahagiaan dan sukacita di masa-masa yang telah lewat muncul kembali di
pikirannya.

Air mata menggenang dan berurai di pipinya. Kemudian dia bergegas meninggalkan bank dan pulang.

Ketika sampai di rumah, Priyo memberikan buku tabungan itu pada Ita, dan memintanya untuk memasukkan sejumlah uang ke tabungan itu sebelum mereka bercerai.

Hari esoknya,Ita mengembalikan buku tabungan itu pada Priyo. Dia menemukan tambahan
tabungan sebesar Rp 1.230.000 dengan catatan di dalam buku tabungan: "Ini adalah hari dimana saya menyadari betapa saya mencintaimu sepanjang tahun-tahun yang telah kita lewati. Betapa besar kebahagiaan telah kamu bawa untukku" Mereka berdua berpelukan dan menangis, dan meletakkan
buku tabungan itu kembali ditempat semula.

Anda tahu berapa uang yang terkumpul saat mereka pensiun? Saya tidak bertanya pada mereka. Saya percaya uang bukan masalah lagi setelah mereka berhasil melalui tahun-tahun yang indah di sepanjang kehidupan pernikahan mereka.

* * * * *

"Saat engkau jatuh, jangan melihat tempat di mana kamu jatuh, Bangkitlah ! lihatlah
tempat di mana kamu mulanya tergelincir. Karena hidup adalah rangkaian kegiatan memperbaiki kesalahan"

Saya Penuh Jasa dan Kebaikan




Semakin kita sering menganggap diri penuh jasa dan penuh kebaikan pada orang lain, lalu berharap agar orang lain menghargai, memuji, dan membalasnya, maka semua ini berarti kita sedang membangun penjara untuk diri sendiri dan sedang mempersiapkan diri mengarungi samudera kekecewaan dan sakit hati. Ketahuilah bahwa semakin banyak kita berharap sesuatu dari selain Allah SWT, maka semakin banyak kita akan mengalami kekecewaan. Karena, tiada sesuatu apapun yang dapat terjadi tanpa ijin Allah.
Sesudah mati-matian berharap dihargai makhluk dan Allah tidak menggerakkan orang untuk menghargai, maka hati ini akan terluka dan terkecewakan karena kita terlalu banyak berharap kepada makhluk.

Belum lagi kerugian di akhirat karena amal yang dilakukan berarti tidak tulus dan tidak ikhlas, yaitu beramal bukan karena Allah. Selayaknya kita menyadari bahwa yang namanya jasa atau kebaikan kita terhadap orang lain, sesungguhnya bukanlah kita berjasa melainkan Allah-lah yang berbuat, dan kita dipilih menjadi jalan kebaikan Allah itu berwujud. Sesungguhnya terpilih menjadi jalan saja sudah lebih dari cukup karena andaikata Allah menghendaki kebaikan itu dapat terwujud melalui orang lain maka kita tidak akan mendapat pahalanya.

Tidak selayaknya seorang ibu menceritakan jasanya mulai dari mengandung, melahirkan, mendidik, membiayai, dan lain-lain semata-mata untuk membuat sang anak merasa berhutang budi. Sesungguhnya sang anak sama sekali tidak memesan untuk dilahirkan oleh ibu, juga semua yang ibunya lakukan itu adalah sudah menjadi kewajiban seorang ibu. Percayalah bahwa kemuliaan dan kehormatan serta kewibawaan seorang ibu justru akan bersinar-sinar seiring dengan ketulusan ibu menjalani tugas ini dengan baik. Allah-lah yang akan menghujamkan rasa cinta di hati anak-anak dan menuntunnya untuk sanggup berbalas budi.

Seorang karyawan juga harus bisa menahan diri dari ujub dan merasa berjasa terhadap usahanya. Karena memang kewajibannya untuk bekerja dengan baik dan tulus. Kita boleh bercerita tentang suka duka dan keutamaan bekerja dengan niat bersyukur bukan ujub dan takabur. Perlu lebih hati-hati menjaga lintasan hati dan lebih menahan diri akan menggelincirkan diri dalam riya dan dosa.
Karena sesungguhnya tanpa kita sadari kesuksesan kita kerapkali terkait dengan hasil kerja keras orang lain, nah apakah kita masih pantas untuk takabur dan membanggakan diri?

Andaikata ada sebuah mobil yang mogok lalu kita membantu mendorongnya sehingga mesinnya hidup dan bisa jalan dengan baik, namun ternyata sang supir sama sekali tidak berterima kasih, bahkan menengok ke arah kita pun tidak sama sekali. Andaikata kita merasa kecewa dan dirugikan lalu dilanjutkan dengan acara menggerutu, menyumpahi, lalu menyesali diri plus memaki sang supir. Maka lengkaplah kerugiannya lahir maupun batin. Dan tentu saja amal pun jadi tidak berpahala dalam pandangan Allah karena tidak ikhlas yaitu hanya berharap balasan dari makhluk. Seharusnya yang kita yakini sebagai rizki dan keberuntungan kita adalah takdir diri ini diijinkan Allah bisa mendorong mobil. Silakan bayangkan andaikata ada mobil yang mogok dan kita tidak mengetahuinya atau kita sedang sakit tidak berdaya, niscaya kita tidak mendapat kesempatan beramal dengan mendorong mobil.

Sahabat, seringkali kita merasa paling berperan ketika acara atau kegiatan yang kita selenggarakan berlangsung sukses. Maka ketahuilah, saat lintasan hati itu timbul, saat itu pulalan amal yang kita tanam mulai terbakar habis hingga tak bersisa. Mari kita bersungguh-sungguh untuk terus berbuat amal kebajikan sebanyak dan sesegera mungkin. Setelah itu mari kita lupakan seakan kita tidak pernah melakukannya, cukuplah Allah yang Maha Melihat saja yang mengetahuinya. Allah SWT pasti menyaksikannya dengan sempurna dan membalasnya dengan balasan yang sangat tepat baik waktu, bentuk, ataupun momentumnya.
Kita adalah manusia yang dhaif. Seringkali tanpa disengaja maupun jelas-jelas disengaja muncul lintasan hati yang membangga-banggakan diri sendiri sebagai orang yang paling berperan dalam suatu hal. astagfirullah.

13 Agustus 2009

Balada Sang Merah Putih



Kek, lihatlah bendera negeriku
Merahnya, sudah pada luntur
Putihnya, sudah pada kabur…

Belikan aku kesumba, tuk mencelupnya
Belikan aku pemutih, tuk merendamnya…

Kek, lihatlah bendera yang tegak
Merahnya bergincu, putihnya berbedak…

Cucuku, dengarlah…
Itu merah bukan merah kesumba
Tapi, merahnya darah darah pahlawan
Itu putih bukan pemutih
Tapi, putihnya hati hati pejuang
Tak pula bergincu yang di tube kepalsuan
Tak pula berbedak yang disapuh kemunafikan…

Kakek, aku ingin melihat bendera negeriku
Semerah darah dan seputih melati
Bersulam benang-benang keikhlasan
Bersuci mata air, air mata kesabaran

Wahai… Bendera negeriku…!
Teruslah berkibar menjilat matahari…
Sejarah adalah saksi abadi

*) Ras Navastara

04 Agustus 2009

Belajar Dari Mbah Surip




Dilahirkan di Mojokerto, 5 Mei 1949 dengan nama asli Urip Achmad Rijanto Soekotjo adalah duda dengan empat orang anak sekaligus kakek dari empat cucu.

Mbah Surip merupakan lulusan dari Sekolah Teknik (ST) Pasna Wiyata pada 1974 dan lulus dari STM Brawijaya pada 1977. Ia juga sempat menlajutkan pendidikannya ke Teknik Mesin Universitas Sunan Giri Cabang Mojokerto pada 1979.

Kelar menyelesaikan kuliahnya, Mbah Surip menikah dengan Minuk Sulistyowati. Dari pernikahannya ini, ia dikaruniai 4 orang anak, Tita (Prita), Farid (kini menjadi manager Mbah Surip di Jakarta), Krisna (Nina) dan Ivo (masih kuliah semester 2 di jurusan Satra Jepang Unesa).

Sebelum menjadi seniman, Mbah Surip menjalani berbagai macam profesi. Mulai pekerjaan di bidang pengeboran minyak, tambang berlian bahkan lelaki yang memiliki gelar Drs, Insinyur dan MBA ini pernah mengadu nasib di luar negeri seperti Kanada, Texas, Yordania, dan California.

Karena ingin mengadu nasibnya, akhirnya Mbah Surip hijrah ke Jakarta. Ia kemudian bergabung dengan komunitas seniman, sebut saja Teguh Karya, Aquila, Bulungan, dan Taman Ismail Marzuki.

Karena terlalu lama merantau, akhirnya sang istri meminta cerai. Dan Minuk pun menikah lagi. Sedang Mbah Surip memilih tetap menjadi duda.

Kesempatan pun datang kepada seniman yang pernah menerima penghargaan dari MURI untuk aksi menyanyi terlama ini. Ia mendapat kesempatan masuk ke studio rekaman.

Dalam perjalanan bermusiknya, ia telah mengeluarkan beberapa album yang dimulainya sejak 1997. Beberapa albumnya antara lain, IJO ROYO-ROYO (1997), INDONESIA I (1998), REFORMASI (1998), TAK GENDONG (2003) dan BARANG BARU (2004).

Tak Gendong sendiri ia ciptakan pada 1983 saat Mbah Surip bekerja di Amerika Serikat. Menurut Mbah Surip lagu ini memiliki makna filosofi tersendiri, yakni belajar hidup bergotong-royong.

Pada hari Selasa, 4 Agustus 2009, Mbah Surip meninggal. Menurut kabar yang beredar, Mbah Surip yang kerap mengatakan 'I Love You Full' ini menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 10.30 wib, setelah sebelumnya sempat dilarikan ke RS Pusdikkes, Jakarta Timur.

Mbah Surip meninggal dengan status duda yang telah disandangnya selama 26 tahun dan meninggalkan empat anak dan empat cucu. Jenazahnya akhirnya dimakamkan di di kawasan Bengkel Teater W.S Rendra , Depok, Jawa Barat untuk beristirahat selama-lamanya.

Belajar dari Mbah Surip adalah belajar tentang hidup sederhana, iklas tanpa pamrih. Mbah mengajarkan kita untuk terus-menerus berkreasi, bekerja dan memberi manfaat bagi sesama. Ia jarang mengeluh, selalu menebar senyum dan kebahagiaan.

Mbah Surip mengajarkan kita tentang hidup sederhana, tidak silau oleh kekayaan dunia walau banyak harta baginya lebih baik kaya hati dibandingkan kaya harta. Mbah diberikan mobil tapi lebih suka mengendarai motor agar lebih cepat sampai ketujuan.

Ia tak ingin mengecewakan orang yang mengundangnya dan selalu datang tepat waktu.

Mbah Surip mengajarkan kepada kita bahwa hidup harus bergotong-royong, saling membantu dan mengembangkan silahturahmi.

Mbah Surip adalah contoh Manusia Indonesia Sesungguhnya yang patut kita tiru. Kecintaannya terhadap semua manusia tanpa memandang ras melebihi kecintaannya terhadap harta.

I love You Full Mbah Surip...
Selamat jalan Pejuang Kehidupan,
Senyum dan Tawamu selalu dihati,
Mengalir tanpa keluhan,
dalam Keikhlasan,
dalam diam ditengah keramaian,

Selamat Jalan Mbah Surip....
Semoga tidur tenangmu membawa kebahagiaan,
Hadirmu telah menginspirasi jutaan manusia untuk hidup sederhana
dan senantiasa selalu bersyukur kepada Tuhan YME.

03 Agustus 2009

Percaya dan Yakin


Ada seorang anak kecil yang sedang bermain-main memanjat sebuah pohon. Karena hari sudah sore, dia ditinggalkan oleh teman-temannya sendiri. Sementara dia tidak berani turun dari pohon itu. Semakin malam semakin gelap gulita. Sehingga bawah pohon tidak dapat terlihat lagi oleh Si Anak tersebut.
Orang tua anak itu mencari-cari, hingga tahu dapat kabar dari teman-temannya anak tadi, bahwa dia telah ditinggalkan di pohon pinggir desa. Bapak dan ibunya, menjadi gelisah dan segera menyusul Si Anak tadi.
Sesampai di pinggiran desa, dan sudah berada di dekat pohon itu, Sang Bapak memanggil anaknya. Dan disahut oleh anaknya. Lalu Sang Bapak dari bawah melihat dengan cukup jelas anaknya walau cukup gelap.
“Ayo nak lompat turun, Bapak akan menangkapmu!” pinta Sang Bapak.
“Kamu akan selamat, lompatlah.. Bapak bersiap di bawah untuk menagkapmu, kamu pasti akan selamat!”.
Rupanya Si Anak tadi merasa ragu, seolah TIDAK YAKIN kalau akan selamat sampai bawah dengan ditangkap bapaknya. Dia PERCAYA sekali kalau di bawah bapaknya sudah menunggu. Jangan-jangan nanti pas lompat, tidak ditangkap bapaknya, bukankah selama ini sering ‘nakal’ terhadap orang tua. Jangan-jangan bapaknya mau memberikan hukuman atau pelajaran karena dia yang tidak patuh.
Padahal dalam benak bapaknya, benar-benar akan menolong anaknya. Tidak ada maksud lain. Kalau suatu saat kadang menegurpun, karena bapak tersebut sayang kepada anaknya.
“Yakinlah Nak, kamu akan selamat, Bapakmu sudah bersiap menangkapmu!”, Sang Ibu turut meyakinkan.
Akhirnya hati Sang Anak mulai tumbuh keyakinan. Ya, kalau lompat akan ditangkap oleh bapaknya dan selamat. Setelah merasa yakin sekali, walau tidak melihat bapaknya di bawah, akhirnya dia putuskan untuk melompat.
Ada dua pilihan baginya, lompat dan selamat karena yakin akan ditolong oleh bapaknya atau berdiam diri di atas pohon, hingga pagi. Akhir cerita anak tadi selamat ditangkap oleh bapaknya.
Karena anak tadi Percaya dan Yakin kalau bapaknya ada dibawah pohon dan akan menangkap dia, saat melompat turun. Sekali lagi anak itu PERCAYA dan YAKIN.

Dalam Surat Al Mukmin Ayat 60, Dan Allah SWT berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu ", memberikan sebuah janji yang datangnya dari Allah SWT secara langsung. Apa yang kita ajukan dalam doa akan diperkenankan. Itu karena Allah SWT Maha Pengasih.

Kita percaya, namun apakah sudah meyakininya. Kita simak uraian cerita anak tadi.
Si Anak, percaya kalau ada bapaknya dibawah pohon, karena dia sudah mendengar suaranya, walau tidak melihat orangnya. Bahkan ada ibunya pula. Kita percaya dengan Allah SWT, karena bisa melihat banyak bukti atas keberadaanNya. Baik itu berupa diri kita sendiri, alam sekitar, banyak kejadian, dll.

Si Anak, merasa ragu karena dia merasa bukan anak yang taat dan patuh kepada orang tuanya. Kuatir tidak ditolong dan tidak selamat. Kita seringkali merasa ragu dengan pertolongan Allah SWT karena kita juga sering melanggar larangan dan tak mematuhi perintah-Nya. Kadang terkikis imannya, sehingga malas beribadah. Atau kadang tebal imannya sehingga sangat dekat dengan Allah SWT, namun hanya sesekali saja. Keraguan itu sendiri jelas-jelas penyebabnya kita sendiri.

Setelah sekian waktu merasa ragu, mulai anak tadi merasa yakin karena dibantu diyakinkan oleh ibunya. Dan pada saat benar-benar merasa yakin, dia putuskan memilih untuk lompat turun. Bapaknya pasti akan menangkap dan akan selamat sampai bawah.
Kita bisa benar-benar percaya karena memang bukti yang nyata dan kasat mata juga sangat banyak. Sementara merasa yakin ada dalam hati kita. Keraguan juga timbul dalam hati kita. Saat kita merasa berlaku kufur, maka keraguan akan otomatis muncul. Saat dekat sekali dan iman sedang tebal, maka keyakinan juga tumbuh dengan sendirinya.

Percaya dan Yakin, adalah suatu pilihan, mana yang akan kita pilih. Melakukan yang membuat keyakinan semakin kuat atau sebaliknya.