21 Juli 2009

Keserakahan Vs Kebahagiaan




Ada kisah menarik dari Willi Hoffsuemmer beliau pernah menulis kisah tentang Smith dan guru kepala yang sedang berdiri dekat gelanggang anak-anak, tempat anak-anak bersukaria sepuasnya. Smith bertanya kepada guru kepala, “Mengapa terjadi bahwa setiap orang ingin bahagia,namun sangat sedikit yang mengalaminya?” Sang guru kepala memandang ke arah gelanggang anak-anak, lantas menjawab, “Anak-anak itu tampak
sungguh bahagia.”

Dengan agak keheranan, Smith berkata, “Sudah tentu mereka bahagia karena satu-satunya yang mereka lakukan adalah bermain.” “Kamu benar,” ucap sang guru, “tetapi apa yang sesungguhnya menghalangi kaum dewasa berbahagia seperti itu juga dapat menghalangi anak-anak berbahagia.”

Sang guru merogoh saku celananya, mengambil segenggam kepingan uang logam, lantas menghamburkannya di tengah-tengah anak-anak yang sedang bermain. Spontan saja semua sorak gembira terhenti. Anak-anak saling menindih dan berkelahi untuk merebut kepingan uang tersebut.

Kemudian, guru kepala berkata kepada Smith, “Menurut kamu, hal apa yang menyebabkan mereka mengakhiri kebahagiaan mereka?” Smith menjawab, “Perkelahian!” Lanjut si guru, “Ya, tapi apa yang memicu dan memacu perkelahian itu?” Agak tersipu-sipu dan ragu, Smith menjawab, “Keserakahan.” Guru itu menjawab, “Bagus, kamu telah menemukan jawaban sendiri.” (Diadaptasi dari Simon Filantropha, “Monster yang Memangsa
Diri Sendiri,” Jawa Pos, Rabu, 2 Januari 2008).

Kita hidup dalam lingkungan yang serakah. Keserakahan itu ada di mana-mana. Ia bagaikan wabah penyakit yang menyebar di mana-mana dan ke mana-mana. Mengapa orang menjarah kepunyaan orang yang lain? Salah satunya pasti karena ada keserakahan dalam hati. Mengapa orang menipu untuk mengambil uang orang lain? Salah satunya adalah karena keserakahan. Mengapa hubungan persaudaraan bisa runtuh ketika
menyentuh soal warisan? Salah satunya pasti karena keserakahan.

Nabi Muhammad SAW berkata : “Seandainya anak Adam memiliki satu lembah emas, niscaya ingin memiliki lembah emas kedua ; seandainya ia memiliki lembah emas kedua, ia ingin memiliki lembah emas yang ketiga. Baru puas nafsu anak Adam kalau sudah masuk tanah. Dan Allah akan menerima taubat orang yang mau kembali kepada-Nya.” (hadis riwayat :Bukhori Muslim)

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa keserakahan itu tidak ada habisnya. Kelaparan dan kemiskinan terjadi karena adanya orang-orang yang serakah menumpuk harta dan tidak mau membagi hartanya kepada orang yang miskin.

Tak pantas kita hidup mewah dan mempromosikan kemewahan sementara banyak orang miskin di sekeliling kita. Banyak anak-anak dan balita-balita miskin yang berkeliaran di jalan untuk mencari makan.
Mereka bukan hanya menghadapi kemiskinan, tapi juga mendapat resiko diperkosa oleh orang-orang dewasa. Harusnya dengan uang yang ada kita membantu mereka ke luar dari kemiskinan sehingga tidak berkeliaran dijalan mencari uang, tapi saat ini seperti semua orang berlomba mencari harta yang banyak untuk di pamerkan ke lingkungan sekitar, sadarilah keserakahan tidak akan membawa manfaat selain kehancuran dan
penderitaan yang tiada berakhir.

Meski kita tetap harus berusaha dalam hidup ini, namun biasakan hidup merasa cukup dan selalu bersyukur niscaya anda akan bahagia. Orang yang serakah dan tidak pernah merasa puas, selalu merasa ada yang kurang dan tidak bahagia, keserakahan adalah awal dari sebuah kejahatan yang lebih besar. Jadi hentikan keserakahan dan gaya hidup
mewah mulailah hidup sederhana dan rajin berbagi, untuk kehidupan kita yang lebih baik, sekarang dan yang akan datang.

"Kebahagian bukan dari harta, melainkan dari hati yang menerima dan bersyukur"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar