02 September 2009

MINDER BERAT


Andrew Elliot merasa minder berat, karena walaupun sudah lebih dari 25 tahun lulus dari univerversitas bergengsi Harvard, tetapi kenyataannya tetap saja belum bisa memiliki apapun juga yang bisa ia banggakan. Hal inilah yang membuat dia jadi takut setengah mati untuk menghadiri pesta reuni teman-teman sekelasnya.

Betapa tidak, matan teman sekamarnya saja sudah menjadi calon menteri luar negeri, yang satunya jadi dekan, bahkan seorang lagi yang dahulunya dicemohkan dan diremehkan telah mencapai puncak prestari sebagai pemain pianis yang kesohor. Hal inilah yang membuat ia merasa gagal total dan minder berat untuk menghadiri acara pesta reuni tersebut. Bahkan kalau ia jujur, ia merasa iri melihat kesuksesan dari teman-teman sekelasnya.

Hal tersebut diatas inilah yang diceritakan dalam Novel -The Class- hasil karya dari Erich Segal. Walaupun demikian di akhir cerita, akhirnya ia mengetahui bahwa apa yang ia lihat diluarnya tidaklah sebaik dan seindah seperti yang diduga oleh kebanyakan orang. Ternyata mereka juga memiliki riwayat yang tragis maupun kegagalan-kegagalan lainnya yang tidak terlihat oleh orang luar. Masalahnya yang kita lihat hanya mobil mewah maupun gedungnya saja yang mentereng maupun karier jabatannya.

Misalnya dalam kehidupan sang pemain pianis; kehidupannya tidaklah semanis seperti kariernya. Ia kecanduan obat-obatan, bahkan akhirnya salah satu tangannya mengalami disfungsi motoris sehingga tidak bisa ia kendalikan lagi. Sedangkan temannya yang menjadi politikus di gedung putih tidak mampu mempertahankan perkawinannya sehingga akhirnya ia bunuh diri.

Tidak bisa dipungkiri bahwa secara langsung atau tidak langsung, kita sendiri sering mengajukan pertanyaan: Kenapa ia lebih sukses di dalam kehidupannya daripada saya? Bahkan seringkali pula kita disindir agar mau melihat keatas "Lihat tuh tetangga kita; mereka sudah punya mobil BMW, sedang Loe masih tetap azah naik angkot! Apakah kagak malu!"

Disamping itu hampir setiap jam kita di jejali dengan film-film sinetron dimana kehidupan glamour dan mewah sudah merupakan thema utama dari film-film tersebut. Kesuksesan manusia sekarang ini hanya diukur melalui harta atau jabatan yang mereka miliki. Dimana Loe kere dan tidak memiliki jabatan berarti Loe ini Mr Nobody!

Memang sudah merupakan fakta nyata, bahwa pada saat kita terpuruk, secara langsung atau tidak langsung akan timbul pertanyaan: "Kenapa hidup Gw jadi begini? Dimana letak kesalahan Gw? Kenapa Tuhan lebih memberkati orang kapir dan para koruptor daripada Gw? Sehingga boro-boro bisa beli Nasi Goreng udah bisa makan siang Nasi GOCENG (lim ribu) azah udah bagus!

Beda dengan Prabowo Subianto dimana konon nilai harga kudanya saja sudah mencapai tiga miliar per ekor. Ia memiliki 84 ekor kuda silahkan hitung sendiri, baru nilai harga kudanya saja sudah berapa? (sumber Kompas) Sedang Gw terkadang untuk biaya angkot tiga ribu saja kagak punya.

Pertama perlu diketahui walaupun kita bisa mengetahui, bahwa harta kekayaan dari Prabowo itu Rp 1,7 triliun, hal ini tetap tidak akan bisa merubah nasib kita. Uang Prabowo bukanlah uang saya, nasib dia bukanlah nasib saya. Maka dari itu saya selalu berusaha untuk mensyukuri dengan apa yang saya miliki dan dapatkan.

Berkat dan anugerah yang paling indah yang saya dapatkan setiap hari ialah dimana saya masih diberi kesempatan untuk dapat menikmati matahari dipagi hari. Berapa juta orang di dunia ini yang setiap harinya berdoa dan mengharapkan agar mereka masih bisa diberikan kesempatan untuk hidup satu hari lebih lama lagi, karena mereka berada dalam keadaan sekarat! Percayalah berkat ini ada jauh lebih indah dan tidak bisa dinilai dengan uang maupun jabatan sehebat dan setinggi apapun juga.

*) Mang Ucup

Tidak ada komentar:

Posting Komentar