Semoga kata yang terserak bisa menjadi secercah cahaya bagi jiwa yang haus makna, dan rentetan kisah bisa menjadi nasihat bagi para pencari kebenaran. Semoga persembahan kecil ini bisa menjadi inspirasi bagi insan yang sedang tumbuh bersiap dan senantiasa berbenah bagi kehidupan yang lebih baik.
04 Agustus 2009
Belajar Dari Mbah Surip
Dilahirkan di Mojokerto, 5 Mei 1949 dengan nama asli Urip Achmad Rijanto Soekotjo adalah duda dengan empat orang anak sekaligus kakek dari empat cucu.
Mbah Surip merupakan lulusan dari Sekolah Teknik (ST) Pasna Wiyata pada 1974 dan lulus dari STM Brawijaya pada 1977. Ia juga sempat menlajutkan pendidikannya ke Teknik Mesin Universitas Sunan Giri Cabang Mojokerto pada 1979.
Kelar menyelesaikan kuliahnya, Mbah Surip menikah dengan Minuk Sulistyowati. Dari pernikahannya ini, ia dikaruniai 4 orang anak, Tita (Prita), Farid (kini menjadi manager Mbah Surip di Jakarta), Krisna (Nina) dan Ivo (masih kuliah semester 2 di jurusan Satra Jepang Unesa).
Sebelum menjadi seniman, Mbah Surip menjalani berbagai macam profesi. Mulai pekerjaan di bidang pengeboran minyak, tambang berlian bahkan lelaki yang memiliki gelar Drs, Insinyur dan MBA ini pernah mengadu nasib di luar negeri seperti Kanada, Texas, Yordania, dan California.
Karena ingin mengadu nasibnya, akhirnya Mbah Surip hijrah ke Jakarta. Ia kemudian bergabung dengan komunitas seniman, sebut saja Teguh Karya, Aquila, Bulungan, dan Taman Ismail Marzuki.
Karena terlalu lama merantau, akhirnya sang istri meminta cerai. Dan Minuk pun menikah lagi. Sedang Mbah Surip memilih tetap menjadi duda.
Kesempatan pun datang kepada seniman yang pernah menerima penghargaan dari MURI untuk aksi menyanyi terlama ini. Ia mendapat kesempatan masuk ke studio rekaman.
Dalam perjalanan bermusiknya, ia telah mengeluarkan beberapa album yang dimulainya sejak 1997. Beberapa albumnya antara lain, IJO ROYO-ROYO (1997), INDONESIA I (1998), REFORMASI (1998), TAK GENDONG (2003) dan BARANG BARU (2004).
Tak Gendong sendiri ia ciptakan pada 1983 saat Mbah Surip bekerja di Amerika Serikat. Menurut Mbah Surip lagu ini memiliki makna filosofi tersendiri, yakni belajar hidup bergotong-royong.
Pada hari Selasa, 4 Agustus 2009, Mbah Surip meninggal. Menurut kabar yang beredar, Mbah Surip yang kerap mengatakan 'I Love You Full' ini menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 10.30 wib, setelah sebelumnya sempat dilarikan ke RS Pusdikkes, Jakarta Timur.
Mbah Surip meninggal dengan status duda yang telah disandangnya selama 26 tahun dan meninggalkan empat anak dan empat cucu. Jenazahnya akhirnya dimakamkan di di kawasan Bengkel Teater W.S Rendra , Depok, Jawa Barat untuk beristirahat selama-lamanya.
Belajar dari Mbah Surip adalah belajar tentang hidup sederhana, iklas tanpa pamrih. Mbah mengajarkan kita untuk terus-menerus berkreasi, bekerja dan memberi manfaat bagi sesama. Ia jarang mengeluh, selalu menebar senyum dan kebahagiaan.
Mbah Surip mengajarkan kita tentang hidup sederhana, tidak silau oleh kekayaan dunia walau banyak harta baginya lebih baik kaya hati dibandingkan kaya harta. Mbah diberikan mobil tapi lebih suka mengendarai motor agar lebih cepat sampai ketujuan.
Ia tak ingin mengecewakan orang yang mengundangnya dan selalu datang tepat waktu.
Mbah Surip mengajarkan kepada kita bahwa hidup harus bergotong-royong, saling membantu dan mengembangkan silahturahmi.
Mbah Surip adalah contoh Manusia Indonesia Sesungguhnya yang patut kita tiru. Kecintaannya terhadap semua manusia tanpa memandang ras melebihi kecintaannya terhadap harta.
I love You Full Mbah Surip...
Selamat jalan Pejuang Kehidupan,
Senyum dan Tawamu selalu dihati,
Mengalir tanpa keluhan,
dalam Keikhlasan,
dalam diam ditengah keramaian,
Selamat Jalan Mbah Surip....
Semoga tidur tenangmu membawa kebahagiaan,
Hadirmu telah menginspirasi jutaan manusia untuk hidup sederhana
dan senantiasa selalu bersyukur kepada Tuhan YME.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar