28 Mei 2009

Mampukah Kita Mencintai Tanpa Syarat?




Bapak Eko Pratomo, Direktur Fortis Asset Management

yang sangat terkenal di kalangan Pasar Modal dan Investment,

beliau juga sangat sukses dalam memajukan industri Reksadana di Indonesia.

Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yang sudah senja, Pak Suyatno 58 tahun,

kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit dan sudah tua. Mereka menikah sudah lebih 32 tahun.

Mereka dikarunia 4 orang anak. Disinilah awal cobaan menerpa,

setelah istrinya melahirkan anak ke empat tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan.

Itu terjadi selama 2 tahun. Menginjak tahun ke tiga seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang.

Dan lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari Pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur.

Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya di depan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian.

Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum.

Untunglah tempat usaha Pak Suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya

sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang.

Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya nonton televisi

sambil menceritakan apa-apa saja yang dia alami seharian.

Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi,

Pak Suyatno sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.

Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya

bahkan sambil membesarkan ke empat buah hati mereka, sekarang anak-anak mereka sudah dewasa tinggal si bungsu yg masih kuliah.

Pada suatu hari, ke empat anak Suyatno berkumpul di rumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya.

Karena setelah anak mereka menikah sudah tinggal dengan keluarga masing-masing

dan Pak Suyatno memutuskan ibu mereka dia yang merawat, yang dia inginkan hanya satu , semua anaknya berhasil.

Dengan kalimat yg cukup hati-hati, anak yang sulung berkata "Pak, kami ingin sekali merawat Ibu semenjak kami kecil

melihat Bapak merawat Ibu tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir Bapak. Bahkan Bapak tidak izinkan kami menjaga Ibu".

Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-katanya.,"Sudah yg keempat kalinya kami mengizinkan Bapak menikah lagi,

kami rasa Ibupun akan mengijinkannya, kapan Bapak menikmati masa tua Bapak dengan berkorban seperti ini kami sudah
tidak tega melihat Bapak, kami janji kami akan merawat Ibu sebaik-baik secara bergantian .

Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga anak-anak mereka.

"Anak-anakku, jikalau perkawinan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu,

mungkin Bapak akan menikah, tapi ketahuilah dengan adanya Ibu kalian di sampingku itu sudah lebih dari cukup,

dia telah melahirkan kalian". Sejenak kerongkongannya tersekat.

"Kalian yang selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yg tidak satupun dapat menghargai dengan apapun.

Coba kalian tanya Ibumu apakah dia menginginkan keadaannya seperti ini?


Kalian menginginkan Bapak bahagia, apakah batin Bapak bisa bahagia meninggalkan Ibumu dengan keadaanya sekarang,

kalian menginginkan Bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan Ibumu yg masih sakit."

Sejenak meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh di pelupuk mata Ibu Suyatno.

Dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu.

Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber

dan merekapun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno kenapa mampu bertahan selama 25 tahun

merawat sendiri Istrinya yang sudah tidak bisa apa-apa. Di saat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yg hadir di studio.

Kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru.

Disitulah Pak Suyatno bercerita. "Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya,

tetapi tidak mau memberi (memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian) adalah kesia-siaan.

Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun

dengan sabar merawat saya mencintai saya dengan hati dan batinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yang lucu-lucu. Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat
memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar